Laporan Tahun YWSN 2021

Di tahun kedua pandemi, kita telah berhasil menyatukan semangat dan melakukan banyak aktivitas untuk memberikan manfaat bagi banyak makhluk. Semangat, tekad, dan keyakinan telah kita curahkan hingga semua aktivitas ini bisa berlanjut sampai hari ini.

Terima kasih sebesar-besarnya kepada para guru spiritual yang senantiasa memberkati. Terima kasih juga kepada seluruh anggota KCI, Tim Manajemen, para donatur, dan semua pihak yang telah mendukung segala aktivitas YWSN & KCI.

Mari bermudita cita agar kita semua bisa melanjutkan perjalanan ini dengan baik di tahun-tahun selanjutnya!

Ternyata, QLC adalah Masalah Seumur Hidup Kita!

Ternyata, QLC adalah Masalah Seumur Hidup Kita!

Dulu, waktu aku kecil, aku takut banget jadi orang gede–dewasa. Aku takut nanti nggak bisa main lagi, takut nanti banyak pikiran, bahkan takut nanti aku nggak tahu mau ngapain. Aku nggak cerita sama orang tua, tapi dipendam sendiri. 

Akhirnya sekarang, di usiaku yang 23 tahun ini, aku nggak terlalu merasa takut buat jadi dewasa. Hidup mengalir aja. Tapi, meski hidupku mengalir kaya air di pesisir, ternyata aku juga mengalami berbagai rintangan hidup. Sempat juga merasa cemas nanti aku mau kuliah di mana dan nanti mau jadi apa. Akhirnya ya bisa lulus kuliah dengan ala kadarnya, dan aku sekarang punya kegiatan ya nulis-nulis gitu. Tapi, aku juga nemuin masalah-masalah hidup lainnya yang nggak bisa aku ceritain.

Ternyata oh ternyata, masalah dalam hidupku ini disebut QLC atau Quarter Life Crisis. Sebenarnya nggak terlalu paham juga tentang QLC ini, Tapi, aku jadi lebih paham tentang QLC berkat Wilwatikta Foundation yang ngadain sesi sharing pada Sabtu, 3 Juli lalu buat bahas “A Way to Survive a Quarter Life Crisis: The Art of Choosing the Future” bareng Ibu Ira Adelina, Dosen Psikologi Universitas Kristen Maranatha, dan juga Kak Karina Chandra, copywriter Lamrimnesia.

Mari kita mulai dengan krisis yang sempat dialami Kak Karina. Sejak SMA, ia punya banyak mimpi yang keren, seperti mau kuliah sampai S2, lulus, terus kerja di perusahaan gede dapat gaji 8 digit, dan juga nulis buku sampai bisa diterbitkan. Setelah lulus SMA, Kak Karina ikut versi “jadul”-nya program Youth Super League–program pendampingan menjelang dan semasa kuliah dari Wilwatikta foundation. Di program ini Kak Karina dikenalin dengan berbagai pandangan hidup, dikasih tahu kalau sukses itu nggak harus nerbitin buku jadi best seller dan sukses juga nggak harus kerja di perusahaan gede gaji 8 digit. Karena hidup ini nggak hanya mengejar kesuksesan materi saja, tapi ada hal yang lebih penting, yaitu saat kita punya kualitas batin–kebaikan hati. Dari program ini, akhirnya timbul banyak pertanyaan karena kebingungan yang dialami Kak Karina tentang apa yang harus ia lakukan.

Kak Karina juga mengalami krisis lainnya saat mau kuliah jurusan sastra tapi kurang mendapat dukungan dari orang tua. Akhirnya Kak Karina mendapat jalan tengah dengan cara ambil jurusan yang menarik meski nggak secara langsung berhubungan sama cita-cita awalnya. Sambil jalanin proses kuliah buat melatih pola pikir, Kak Karina ikut berbagai kegiatan dan bikin berbagai proyek yang berhubungan dengan cita-cita itu. Sampai pada waktunya Kak Karin membuat tugas akhir, semua kegiatan terbengkalai karena fokus ke tugas akhir. Di sini krisis pun mulai lagi. Setelah Kak Karina berhasil lulus kuliah pun, bermacam-macam krisis kembali terjadi sampai-sampai dia bisa terpikir bahwa mungkin sebenarnya setiap tahapan kehidupan itu adalah krisis!

QLC dan Penyebabnya

Quarter Life Crisis atau krisis hidup seperempat abad adalah masa-masa seseorang sedang memperjuangkan gimana dia bisa hidup di masa depan. Psikolog Ibu Ira Adelina menuturkan kalau QLC biasanya dialami orang-orang yang berusia di rentang 20 sampai 30 tahun. Ini adalah rentang usia remaja akhir menuju dewasa awal yang meliputi transisi kehidupan karena perubahan lingkungan dan banyaknya pilihan dalam hidup. Hal ini bikin rasa cemas dan khawatir akan masa depan muncul, diikuti dengan mempertanyakan tujuan hidup dan kesanggupan untuk mencapai cita-cita. Bu Ira memberi contoh masa-masa kelulusan kuliah. Banyak orang merasa bingung nanti setelah lulus mau ngapain. Karena biasanya masa kuliah mereka merasa “dimudahkan”–tugasnya cuma belajar, ketika akan memasuki transisi kehidupan yang ditandai dengan kelulusan, mereka jadi merasa kehilangan arah karena tidak cara menghadapi kehidupan atau menghidupi dirinya sendiri. Perasaan cemas, bingung, khawatir, dan merasa nggak ada tujuan inilah yang menjadi ciri-ciri saat kita mengalami QLC.

Suatu hal muncul pasti ada penyebabnya. Ibarat kebakaran, kalau nggak dipantik sama api ya nggak bakal terjadi kan ya? Nah, QLC pun ada penyebabnya. Bu Ira ngasih tahu kita semua ada empat penyebab QLC yang sedang kita alami. 

Sebab pertama, kita nggak kenal sama diri sendiri. Kalau nggak kenal sama diri sendiri, jadinya kita nggak ngerti kelebihan dan kekurangan kita tuh apa. Jadi, ya nggak bisa menentukan pilihan. Kenali diri sendiri dulu, cari kelebihan dan kekurangannya, baru kita bisa menentukan pilihan hidup.

Sebab kedua, tidak punya rencana. Kalau nggak punya rencana, otomatis kita nggak bakal ngerti mau ngapain. Hidup itu perlu rencana guys. Kan kita nggak bisa diem aja ngebiarin hidup berjalan apa adanya. Tentunya kita wajib punya rencana hidup, mau sukses, mau jadi pengusaha, atau bahkan mau jadi orang baik pun perlu punya rencana. Kalau punya rencana, kita jadi tahu langkah apa yang perlu dilakukan untuk mewujudkannya.

Sebab ketiga, perubahan fase hidup yang bikin kita menemukan peran baru. Bu Ira ngasih contoh seseorang yang habis kuliah. Setelah lulus, mereka akan berganti peran: tadinya jadi mahasiswa, habis lulus harus bisa menghidupi diri sendiri. Belum lagi banyak tuntutan lingkungan, misalnya disuruh nikah, punya anak, dan seterusnya. Pergantian peran ini yang kadang bikin kita khawatir: kita bisa atau nggak ngejalaninnya?

Sebab keempat, terlalu banyak pilihan. Menurut Bu Ira, kalau hidup kita terlalu banyak pilihan, kita bakal bingung dan jadi takut salah pilih. Contohnya, kalau lulus kuliah, bisa jadi bukannya dapat kerja, kita malah membentuk geng pengangguran baru karena nggak tahu mau kerja apa dan belum tentu diterima ketika melamar kerja. Nah, daripada dapat cap pengangguran, mending kelulusannya ditunda…

Kalau hidup nggak punya tujuan dan nggak sesuai keinginan, terus kita mesti ngapain?

Tips Menghadapi QLC

Lebih lanjut Bu Ira menjelaskan cara yang bisa kita lakuin buat menghadapi QLC yang sedang kita alami. Buat menghadapi QLC, pertama-tama kita kudu mengenali diri sendiri dengan baik, lalu kita bikin perencanaan tentang tujuan hidup kita. Cari juga support system yang positif dan mendukung buat kita. Misalnya jangan berteman dengan sembarang orang, tapi pilih-pilihlah teman yang bisa mendukung kamu buat maju, mau maju bersama, dan nggak ragu bersikap tegas demi kebaikanmu.

Bu Ira menambahkan kalau kita juga harus bisa ambil pelajaran dari suatu peristiwa, apalagi kalau kita sudah masuk usia dewasa. Memasuki usia dewasa bikin kita ketemu berbagai masalah yang nggak direncanain. Masalah-masalah ini nggak boleh kita lewatkan begitu saja. Harus kita renungi dulu masalahnya, jangan diabaikan, lalu cari jalan keluarnya. Dari situ, kita bisa belajar mengendalikan emosi sehingga nggak mudah marah dan bertanggung jawab buat menghadapi segala hal yang sudah kita putuskan. 

Kesimpulan 

Dari sesi sharing ini, aku bisa dapat beberapa poin yang bisa membuka pikiranku tentang apa itu QLC, terutama perihal pergantian peran di masa-masa tertentu yang bisa bikin aku bingung, cemas, dan khawatir tentang masa depan. Aku jadi tahu supaya masa depanku bisa sesuai keinginanku, aku perlu mengenal diri, menentukan tujuan hidup, dan juga cari support system yang tentunya bisa bikin kita maju dan berkembang. Tak hanya itu, aku juga kepikiran perlu kualitas batin berupa kebaikan hati biar bisa membantu orang lain juga yang sedang mengalami krisis serupa.

Menjadi dewasa ternyata tidak semengerikan itu kalau aku mau berusaha buat memperbaiki diri menjadi lebih baik. Poin ini nggak cuma berlaku buat aku aja, tapi buat kita semua biar kita tahu. Satu lagi yang perlu diingat, seperti kata Kak Karina, selalu ada perubahan di setiap fase kehidupan. Kita pun pasti perlu berganti peran sesuai perubahan itu dan bertemu dengan krisis-krisis baru. Tapi, selama kita tahu bahwa kita juga bisa bertumbuh jadi lebih baik dan bijak, kita pasti bisa melaluinya. Mari berjuang bersama!

Acara ini mendapat dukungan penuh dari Cakap Skill dan Mitra Pengembangan.

Nggak Cuma Medsos, Buku Juga Mau Temenan Sama Kamu, Tuh!

Nggak Cuma Medsos, Buku Juga Mau Temenan Sama Kamu, Tuh!

Wilwatikta Foundation baru saja mengadakan mini-talk “Reformasi Diri Lewat Membaca Buku” melalui IG Live pada 30 Mei 2021 lalu. Bersama Shierlen Octavia, penggerak  @gerakanseribubuku dan konselor di @counselemon, Wilwatikta mencoba membuka pemahaman para followers terkait pentingnya membangun minat baca dan cara menyeimbangkannya dengan penggunaan media sosial.

Nggak Cuma Medsos, Buku Juga Mau Temenan Sama Kamu, Tuh!

Awal ketertarikan Shierlen terhadap membaca buku dimulai saat ia mendapat buku “turunan” dari sang kakak.  Begitu juga, kebiasaan ibu Shierlen membacakan buku untuknya memberikan dorongan yang besar bagi dirinya untuk terus membangkitkan minat bacanya tersebut. Bagi Shierlen, membaca bukan hanya sekedar kebiasaan tapi merupakan keterampilan mendasar. Layaknya jembatan yang mengantarkan kita menemukan jalan baru, membaca juga dapat mengantarkan kita bertemu dengan berbagai pengetahuan, wawasan, minat, dan bakat kita.

Menanggapi sebuah pertanyaan dari moderator mengenai sulitnya membangun minat baca, Shierlen merespon dengan mengangkat kondisi privilege yang dimiliki anak muda perkotaan: toko buku dan perpustakaan yang menjamur dimana-mana serta mudahnya mengakses e-book melalui gadget. Kemewahan ini tentu tidak dimiliki semua teman kita, terutamanya yang tinggal di daerah pedesaan. Sangat disayangkan bila kita tidak memanfaatkannya dengan baik.

Meski begitu, menumbuhkan kebiasaan membaca tentu ada tantangannya tersendiri. Kebiasaan ini tidak datang dengan instan sehingga perlu dilatih terus-menerus. Tantangan yang dihadapi Shierlen sendiri adalah tidak sesuainya harapan dengan isi bacaan buku serta mudahnya terdistraksi dengan banyak hal (terutama gadget).

Shierlen membagikan tips membacanya yaitu metode 2-7-1 dimana ia akan membagi waktu 20% untuk membaca cepat dahulu agar memahami garis besar isi buku; 70% untuk membaca secara menyeluruh dan mendalam; dan sisa 10% dari waktu digunakan untuk merenungkan isi bacaan dalam diri. Membaca keseluruhan buku di awal bertujuan untuk  menilai apakah isi buku sesuai atau tidak dengan harapan kita. Apabila buku dirasa tidak sesuai dan sulit, kita bisa mengganti membaca buku yang lainnya. Selain itu, merenungkan hasil bacaan di akhir membaca buku bisa memantapkan pemahaman kita dan mendorong kita untuk semangat membaca buku selanjutnya.

Sekarang ini, banyak orang sekarang yang sudah mengurangi aktivitas membaca buku karena lebih tertarik membaca konten media sosial yang instan. Kendati demikian, informasi di jagat maya tidak selalu tersaji secara menyeluruh dan utuh. Bahkan, kadang kala informasi tersebut rentan terhadap hoax. Untuk itu, tetap penting bagi kita menyeimbangkan gaya hidup kita yang serba digital dengan tetap membaca buku. Seperti yang dikatakan Shierlen, “Membuka media sosial dan membaca buku harus menjadi bagian dari gaya hidup kita.”

Tips membaca lainnya yang dibagikan Shierlen lewat pengalaman membaca buku bersama teman-temannya adalah berkomitmen untuk membaca sekian halaman setiap harinya. Terakhir, dia membagikan tips bagi teman-teman yang mungkin masih kesulitan bahkan setelah menerapkan tips-tips yang telah disampaikan, yaitu mendengarkan audiobook.

Di penghujung acara, Shierlen mengajak para followers Wilwatikta Foundation untuk berpartisipasi dalam donasi buku di “Gerakan Seribu Buku” untuk memulihkan Perpustakaan STAI Al-Jami Kalimantan Selatan yang pernah terbakar. Shierlen juga masih berencana menggarap lebih banyak program donasi buku lainnya yang akan diumumkan di akun Instagram @counselemon.

Akhir kata, semoga kisah singkat inspiratif ini bisa menambah semangatmu untuk mulai membaca buku! Kamu masih bisa menonton mini-talk ini dan mendengarkan penjelasan Shierlen lebih lengkap lagi di akun Instagram @wilwatiktafoundation ya~

Kenalan Sama Gandara Bali, Yuk!

Buat teman-teman Wilwatikta Foundation yang sering menonton acara live “Ngamen Online”, pastinya Sabtu tanggal 29 Agustus lalu tidak melewatkan kesempatan acara “Ngamen Online Sway Away Your Stress” Wilwatikta yang berkolaborasi dengan Gandara Bali. Gandara Bali adalah komunitas yang bergerak di bidang seni dan sosial sejak 2016. Komunitas ini berada dalam naungan Bli Ressa Aditya Pradnyana dan para sahabatnya.

Bagi saya sendiri, penampilan Gandara Bali di acara “Ngamen Online” kemarin sukses membuat saya terkagum-kagum. Bagaimana tidak terkagum-kagum? Gandara Bali memainkan dua buah karya alunan musik gamelan mereka, “Flashback” dan “Explore” dengan penuh antusias. Keantuasian mereka terlihat dari kekompakan mereka memainkan alat-alat musik gamelan sehingga menghasilkan harmoni musik yang merdu dan lagi syahdu. Selain itu, penggunaan kostum khas Bali serta latar belakang tempat khas gapura Bali seakan-akan membuat saya sedang mengunjungi Pulau Bali sungguhan. Benar-benar menarik. Tidak hanya itu, pementasan juga semakin dipercantik dengan adanya permainan lampu.

Setelah menampilkan dua alunan tersebut, Wilwatikta Foundation dan Gandara Bali bersama-sama mengenalkan komunitas mereka lebih lanjut dan tujuan diselenggarakannya acara pementasan “Ngamen Online” ini kepada para penonton, yakni untuk menggalang dana bantuan beasiswa pendidikan bagi adik-adik asuh Wilwatikta Foundation. Setelah itu, Gandara Bali menjelaskan makna dibalik karya “Flashback” dan “Explore” tersebut. Gandara Bali juga menjelaskan tentang karya mereka selanjutnya, yaitu “Feel” yang merupakan gabungan musik gamelan dengan saxophone. Ketiga karya tersebut rencananya akan ada dalam album “Tangis Api”. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai karya Gandara Bali yang datanya saya peroleh juga melalui wawancara singkat pada Bli Ressa.

Makna Musik “Flashback”
“Flachback” merupakan karya yang dibuat untuk mengingat kembali bagaimana awal dari suatu hal terjadi. Hal ini dapat dilihat dari perjalanan seni yang telah ditempuh oleh Gandara Bali dan juga dari potret alam Bali tempo dulu. Utamanya, karya ini dibuat untuk mengkritik keadaan lingkungan Bali, khususnya daerah Denpasar, yang sekarang ini penuh sampah, berkurangnya lahan hijau, dan kehidupan yang mulai terasa sesak.

Makna Musik “Explore”
“Explore” merupakan karya lanjutan dari “Flashback”. Karya ini memiliki makna jika setelah memgingat kembali semuanya, kita perlu melakukan eksplorasi. Bukan untuk melupakan apa yang telah diberikan oleh leluhur, melainkan mengembangkan dan menciptakan seuatu yang baru dari pakem yang sudah ada. Eksplorasi dalam karya ini terlihat jelas dari adanya beberapa modifikasi dari musik gamelan yang konvensional. Modifikasi karya ini dijelaskan oleh Bli Ressa sebagai komposer sebagai berikut, “Pada umumnya, gamelan bali memainkan lagu dengan satu alunan melodi pokok dan ritme/kotekan mengikuti atau menyesuaikan melodi pokok dan memiliki satu tempo yang menstabilkan jalannya lagu. Pada karya “Explore”, saya berupaya mengubah kebiasaan seperti misalnya saya membuat ritme/kotekan yang tak sejalan dengan melodi pokok. Saya membuat masing-masing instrumen memiliki temponya sendiri dengan permainan nada yang tidak biasa sehingga menimbulkan ketidaknyamanan bagi yang mendengarkan tetapi sebenarnya karya ini tercipta dengan metode yang jelas yaitu memanfaatkan teknik dasar neluin dan ngepat.”

Album “Tangis Api”
Album ini merupakan album yang menaungi dua karya yang telah dijelaskan di atas. Selain dua karya di atas, ada beberapa karya lain dalam album “Tangis Api”. Adapun keseluruhan karya dalam album ini berjumlah 9 karya, yaitu 3 musik baru (“Flashback”, “Explore”, dan “Feel”),  2 musik gegendingan (musik untuk mengiringi upacara agama), dan 4 musik gamelan balaganjur.

Selain album “Tangis Api”, Gandara Bali juga berencana akan merilis video dokumenter empat tahun perjalanan mereka melalui akun Youtube mereka, Gandara Bali.

Lebih lanjut, berangkat dari prinsip komunitas Gandara Bali yang bergerak dalam bidang seni dan sosial yang sekiranya membuat Bli Ressa tertarik untuk berkolaborasi dengan acara “Ngamen Online” Wilwatikta Foundation. Komunitas Gandara Bali memang berkenan memberikan bantuan bagi pihak-pihak yang memerlukan bantuan lewat media seni. Bagi Bli Ressa sendiri, seni itu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sosial, bukan hanya kepetingan materi semata, apalagi untuk kepentingan politik. “Ketika seni itu dilakukan berlandaskan uang atau materi, hasilnya pasti akan hancur. Lain halnya ketika seni dihargai, ia akan memberikan nilai yang berbeda. Satu lagi, menurut saya, seni sangat tidak pantas jika dimasukan unsur politik,” tutur Bli Ressa.