HARI NARKOTIKA INTERNASIONAL

Bertepatan dengan Hari Narkotika Internasional hari ini, Wilwatikta akan membagikan wawancara singkat bersama Stevanny, salah satu peserta Nalanda Study Center yang kini menempuh perkuliahan di Ilmu Komunikasi Universitas Pendidikan Indonesia.

T: Bagaimana kamu memaknai hari narkotika ini?
J: Hari narkotika ini lebih saya maknai sebagai reminder bahwa kita harus bisa menjaga diri dari barang-barang narkotika yang cenderung berbahaya dan bisa menjerumuskan kita.
T: Bagaimana kamu melihat pemakaian narkoba yang kian merebak di kalangan anak muda?
J: Sejujurnya saya merasa sedih karena masih banyak anak muda yang menyia-nyiakan masa mudanya dengan mengkonsumsi narkotika yang mempunyai efek buruk pada kesehatan. Bukan hanya kesehatan fisik, namun juga mental. Padahal seharusnya masa muda mereka bisa dimanfaatkan untuk menggapai hal-hal positif lainnya. Semoga kedepannya kesadaran kaum muda seperti saya terhadap hal ini semakin meningkat.

T: Bagaimana menumbuhkan kesadaran generasi muda terhadap ancaman narkoba?
J: Salah satunya adalah dengan sosialisasi, dimulai dari lingkup terkecil yaitu orang tua. Selain itu juga harus pintar-pintar memilih pergaulan. Ada pepatah yang mengatakan, kamu boleh berteman dengan siapa saja, tapi kamu harus memilih teman dekatmu. Menurutku hal ini sangat benar karena anak muda lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah bersama temannya, apalagi anak muda yang merantau. Jadi selain orang tua, teman dan lingkungan juga sangat berpengaruh.

T: Apa harapan kamu bagi generasi muda Indonesia di hari narkotika ini?
J: Harapan saya adalah semoga semua anak muda di Indonesia lebih aware dengan bahaya narkoba. Jaga pergaulan dan jaga juga orang-orang terdekat anda agar tidak sekali pun mencoba narkoba, karena resikonya sangat berbahaya. Selamat hari narkotika semua!

Kebahagiaan di balik ia yang kotor

Kebahagiaan di balik ia yang kotor

Hidup itu tidak selalu lurus seperti apa yang kita selalu harapkan. Inilah yang dialami Daigo, pria yang baru saja meraih mimpinya menjadi pemain cello. Namun, pupus begitu saja saat orkestra tempat ia bernaung ditutup.

Film Departure ini akan menceritakan titik balik kehidupan Daigo. Saat ia memutuskan untuk menjual cello dan mencari pekerjaan. Hingga suatu hari, sebuah lowongan kerja bertulis “Departure” menghantarkannya pada sebuah agen pengurus mayat.

“Itu salah. Departured/mendiang adalah kata yang seharusnya” ungkap sang bos. Mendengar ini, tentu saja sudah bisa kita bayangkan bagaimana ekspresi Daigo di kala itu. Yah, kematian telah menjadi hal yang sangat tabu bagi hampir semua masyarakat. Ia kotor dan dapat membawa kesialan. Kehidupan baru Daigo sebagai encoffiner dimulai pada seperempat film.

Kisah perjalanan Daigo akan membantu kita menelusuri esensi dari sebuah kematian dari sudut pandang berbeda. Ia yang begitu menakutkan, ia yang begitu kotor akan membawamu melihat kehidupan ini dengan cara yang lebih indah. .
Salah satu tersurat dalam dialognya Daigo menjelaskan kepada Mika, sang istri, bahwa kelahiran sendiri terikat dengan kematian. Kematian bukanlah akhir. Ia adalah pintu gerbang yang akan membawa kita menuju hal selanjutnya.

Kisah-kisah emosional akan terpampang jelas dalam film ini. Bagaimana kematian memberikan sentuhan terakhirnya sebagai sebuah bentuk kebahagiaan dan bahwa ia tidaklah kotor sebagaimana yang selalu dibayangkan. Ia akan hadir untuk kita kembali menata hidup seperti kisah Daigo ini.

Pada penghujung pemutaran film, Daigo menjadi lebih terbuka kepada sang Istri, ia tak lagi mempersepsikan suatu konflik dari sisinya sendiri, dan satu hal lagi adalah ia kembali membawa warna baru bagi Sang Istri, dan orang-orang di sekitarnya.

Kita dan tak seorang pun mau memikirkan tentang kematian, sebab ia dianggap kotor dan membawa kesialan. Namun, lewat film ini, kita diminta untuk belajar menghadapi kematian, merubah persepsi yang ada dalam diri tentang stigma tersebut. Dan hasilnya, kita akan melihat hidup ini dengan cara yang berbeda, dan senantiasa diliputi oleh rasa syukur.

Posesif

Ketika manis berubah menjadi racun

Kisah Lala dan Yudhis adalah film layar lebar yang diangkat sebagai topik selanjutnya dalam kelas humaniora kali ini. Film ini berhasil menampilkan realitas kelam di balik romansa para remaja yang sering dipersepsikan dalam sisi “sweet” oleh khalayak umum. Lala, siswi SMA yang berprofesi sebagai atlet loncat indah yang tengah menjalin kasih bersama si anak baru, Yudhis. Pertemuan keduanya dimulai dengan manis, bahkan kehadiran Yudhis berhasil menjadi pengisi kemonotonan dalam rutinitas Lala. Makan bareng, hang out, dan sekolah bareng, semua dialami Lala layaknya pasangan di mabuk cinta atau bisa dibilang dalam “honeymoon phase”. “Dunia ini milik berdua” terganti sekejap mata saat Lala mulai dihadapkan pada keposesifan Yudhis. Kebebasan yang tak bisa ia peroleh dari Sang Ayah, mulai ia rasakan kembali. Kekerasan fisik sering dialami Lala tatkala kecemburuan Yudhis meningkat. Hal ini berlangsung waktu demi waktu, namun ia tetap bertahan dalam hubungan dengan berkeyakinan bahwa Yudhis akan berubah suatu saat nanti.

Fenomena ini adalah ketika manis berubah menjadi racun. ketika kata sayang pada akhirnya membelenggu batin dan memancing emosi negatif dari dalam diri. Tanpa disadari, banyak orang yang mengalaminya.Terjebak dalam “toxic relationship”, tanpa punya nyali untuk mengendalikannya. Hubungan ini tidak hanya berlaku dalam hal asmara, dalam keluarga dan pertemanan, ini bisa terjadi. Yudhis adalah korban dari sifat over-protektif dari sang ibu dan Lala menjadi korban dari kesalahan penanaman persepsi dari para teman-temannya.

Untuk itu sahabat, lihat kembali dalam dirimu, apakah kamu sudah merasa aman dan bebas dalam suatu hubungan? Bila tidak, mulailah mengakuinya dan segera ambil tindakan untuk mengakhirinya. Jangka waktu, status, rasa sayang bukan alasan untuk terkekang dalam berhubungan. Sedangkan, bagi sahabat yang berencana memulai hubungan, coba kenali calon pasanganmu. Sebuah hubungan tidak hanya berlandas pada cinta tetapi juga harus memberi rasa aman pada hatimu dan ia sekarang ataupun kemudian hari.

VAARTHA VOL. 5 #HARI ANAK DUNIA

Untuk merayakan Hari Anak tahun ini, Vaartha akan menyajikan dua ulasan – buku dan film – yang kiranya tepat dengan tema Hari Anak.

Buku yang diulas adalah Bebas di Pengasingan, yang sepertiga isinya berkisar di seputar masa kanak-kanak dari salah satu pemikir dan guru kemanusiaan paling populer di dunia : Dalai Lama.

Di sisi lain, film The Pursuit of Happiness, kisah yang berfokus pada rumit dan sukarnya hubungan antara seorang ayah dan anak semata wayangnya.

Akhir kata, selamat membaca, selamat merenung, dan semoga semangat keingintahuan khas seorang anak bisa terus tumbuh dalam masing-masing kita.

[pdf-embedder url=”https://wilwatikta.or.id/wp-content/uploads/2019/06/VAARTHA05.pdf”]

Klik disini jika halaman tampilan tidak muncul.